Nasionalisme Tergadaikan

03:34 Baso Hamdani 0 Comments

NASIONALISME TERGADAIKAN
Oleh: Baso Hamdani
Indonesia adalah salah satu negara yang memiliki perbandingan potensi penduduk usia produktif lebih besar daripada usia non produktif. Rata-rata usia penduduk Indonesia adalah 27,2 tahun (BPS, 2010).  Angka tersebut menunjukkan bahwa penduduk Indonesia masuk pada kategori menengah  (intermediate). Dengan standar usia menengah yaitu usia 20 hingga 30 tahun. Hal ini berarti negeri dengan jumlah penduduk terbanyak keempat di dunia ini yaitu sekitar 240 jiwa memiliki  potensi yang bisa ditopang oleh pemuda dibandingkan negara lain misalnya Jepang dengan rata-rata usia penduduk sekitar 84 tahun.  Keuntungan ini menjadi lirikan dari berbagai pihak luar dan dalam negeri.
Jiwa nasionalisme pemuda Indonesia diharapkan terus melekat termasuk mempertahankan budaya.  Intrinsik budaya timur masih melekat pada bangsa yang baru merdeka 69 tahun ini. Budaya gotong royong juga ada pada pribadi masyarakat negeri ini termasuk gotong royong dalam perihal kemanusiaan. Sebut saja kejadian baru-baru ini bahwa Indonesia mendapat pujian dari PBB atas kepeduliannya terhadap migran Rohingnya. Hal tersebut dilakukan secara relevan dan relawan bukan dilakukan pada saat ini saja tapi telah dilakukan jauh sebelumnya.
Relawan Muda
Banyaknya kegiatan relawan usia produktif menjadikan pribadi lain mencari keuntungan atau sekedar 'citra'. Fenomena ini semakin jelas terlihat. Pemanfaatan tenaga muda sebagai penyedia lahan Sumber Daya Manusia (SDM) yang 'segar' diharapkan menjadi agen perubahan seperti sedia kalanya sewaktu menyandang status mahasiswa, meskipun ada beberapa bagian dari mereka yang apatis bahkan anomis. Pihak yang tidak bertanggung jawab atau memanfaatkan momen menjadikan SDM 'murah meriah' adalah alternatif penekanan biaya, bukan hanya merugikan pemuda itu sendiri, tetapi juga negeri ini. Fresh graduate bisa menjadikan kegiatan relawan sebagai wahana masa transisi antara pekerjaan dan mahasiswa atau kegiatan relawan bisa menjadi pijakan sebelum menyandang embelan master.
Gambar 1. Menyapa Negeri di Batas Negara, Pulau Sebatik
Indonesia memiliki banyak cendekiawan namun kurang diapresiasi, cendekiawan yang bertahan bisa saja hanya asyik di ruangan ber-AC daripada  ke lapangan untuk mengimplementasikan ilmunya. Meskipun bidang yang diahlikan adalah terkait erat dengan lapangan. Jangankan menjadi relawan turun lapangan pun terkadang terkesan ogah. Kurang aktifnya para ahli untuk turun secara langsung terkait bidang ilmunya sendiri menjadikan kualitas pekerjaan menurun sehingga merugikan negara. Bila hal ini terjadi, motto data mencerdaskan bangsa bisa saja sebaliknya terjadi, dikarenakan data yang seadanya dan cenderung sembrono. Proyek akademis berstatus piutang Negara pun yang berkecambah dalam kampus terkadang melibatkan pseudo-intelektual. Hal tersebut menjadi keuntungan sepihak oleh pihak kongkalikong.
Berbelit
Secara gamblang, media memberitakan sosok dari pelosok negeri tentang keberadaan tenaga pendidik yang tidak digaji sepeser pun. Ia dipuja-puji oleh banyak orang, sebagai imbalannya naik pada gelanggang talk show.  Menginspirasi sekaligus menyayat hati, betapa kurang perhatiannya negeri ini atau birokrasi setempat. Hal tersebut menjadi ambivalen, nasionalisme dgn harga tinggi tergadaikan dgn sangat rendah. Bukan sebuah apresiasi, bangsa ini sangat perlu untuk maju dengan ditopang oleh generasi muda. Begitupula dengan pribadi nasionalisme mereka dengan melalui kegiatan pengabdian yang dilakukan. Heroisme masa kini yang dilakukan pemuda seharusnya sudah terbangkitkan atau hal ini hanya menjadi tontonan belaka atas nama nasionalisme.  Status relawan hanya disadari oleh Relawan itu sendiri dan menjadi pekerja kasar bagi pemegang modal. Bisa saja ini adalah ajang jual diri secara underground. Jadi jangan heran bila kejadian terlantarnya pemuda penggerak pembangunan mencuat. Birokrasi bahkan mengabaikan dengan cara penyaluran yang tidak langsung dan berbelit. Bisa dibayangkan pula, bagaimana para penuntut ilmu nusantara di luar negeri dipasok melalui beasiswa dalam negeri yang tersandung oleh berbelit-belitnya birokrasi.   
Birokrasi Harus Berbenah

Esensi relawan generasi muda berjiwa nasionalisme jika banyak membawa mudharat dibandingkan manfaatnya, akibatnya ihwal kerelawanan luntur hingga tertelan waktu. Pemuda akan cenderung apatis dan menjadi individual. Bila ini terjadi dan Indonesia  tidak berbenah serta tidak berkomitmen, maka kejadian ini tidak akan terjadi sekali dan menjadi wajar. 

0 comments:

Sorot Mata Dunia pada Lautan Plastik

21:05 Baso Hamdani 0 Comments

     Masih terbiasa menggunakan plastik pada saat belanja di supermarket atau di mini market atau yang kurang berestetika di mata adalah membuang sampah di laut. Selain tidak baik dipandang mata, sebaiknya kebiasaan itu harus dikurangi untuk lingkungan yang lebih baik. Betapa tidak, diperkirakan untuk menormalisasi sampah-sampah yang ada saat ini membutuhkan  waktu hingga 400 tahun. Lagi-lagi karena selain murah, plastik bisa ditemukan dimana saja serta digunakan oleh siapa saja.

        Hari ini (20/1/2016), World Economy Forum dilaksanakan hingga dua hari ke depan. Salah satu sorotannya adalah plastik. Secara global produksi plastik telah mencapai 311 juta ton pada tahun 2014 (World Economy Forum, 2016) dan pada tahun 2015 jumlah sampah mencapai 250  juta ton  (8 milyar ton per tahun) dan diperkirakan akan meningkat pada tahun 2019 sebesar 380 juta ton atau bahkan menjadi 500 juta ton apabila tidak ditangani dengan baik dan cepat. (Ocean Concervancy, 2015). Penggunaan plastic saat ini terus meningkat 20 kali lipat dalam 50 tahun terakhir. Jumlah sampah akan lebih banyak di laut daripada jumlah ikan pada tahun 2050 (huffpost,2015). Selain itu, laut cenderung sebagai penampung sampah terbesar di dunia (Ocean Concervancy, 2015). Kondisi laut yang saling berhubungan satu sama lain mengharuskan penanganan dan kerjasama yang strategis secara global termasuk kerjasama sektor swasta untuk membangun komitment. Sehingga dibutuhkan penangan yang efektif dan  tanggap. Data menyebutkan dari jumlah total sampah plastik tahun ini ada 95% sampah di laut yang terendam dalam air dan merusak ekosistem (Ocean Concervancy, 2015)

Gambar 1. Prakiraan Jumlah Sampah pada tahun 2050 (World Economic Forum, 2016)

Dalam laporan "The New Plastics Economy Rethinking the Future of Plastics"  mengatakan bahwa hadirnya New Plastic Economy diharapkan mampu mereduksi penggunaan plastik sehingga pembangunan ekonomi sejalan  dengan pembangunan lingkungan yang berkelanjutan.  

Baru-baru ini pula Ocean Concervacy menyampaikan laporannya, ada 5 rekomendasi terutama untuk 5 negara dengan tingkat pembuangan sampah paling tinggi (termasuk Indonesia) yaitu:
1. Mengurai akar masalah sampah dari hulu
Sebagian besar pencemaran laut berasal dari dataran utama (80%) dan sebagian besar dari masalah ini berasal dari pembuangan sampah (75%) secara langsung tanpa sentuhan sistem yang baik. Penyebab ini juga disebabkan karena nilai plastik yang terbuang  61% bernilai rendah. 
2. Penanganan yang sama namun harus signifikan
Diharapkan ke-lima negara prioritas mampu menekan pengurangan sampah sebesar 80% terutama pada sampah yang dibuang lansung ke laut. 
3. Analisis implementasi penanganan yang tepat
Dengan mempercepat penanganan dan mendekatkan lokasi penanganan sampah di darat. Perlu adanya pengumpul plastik yang efektif. OC telah melibatkan 100 ahli dalam memberikan rekomendasi ini. Laporan ini menekankan 5 negara dengan jumlah pembuangan sampah tertinggi di dunia. Sementara itu negara penyumbang terbesar lainnya dari amerika sebaga konsumen soda, gawai elektronik, sepatu karet dll. Barang-barang tersebut masuk kategori sangat sulit untuk diurai. Diperkirakan penduduk dunia menempati 5 Ha laut per orang. Segala bentuk sampah yang ada di laut hanya bisa dimanage setelah 400 tahun. Pendapatan GDP suatu negara naik secara signifikan sebagai konsekuensinya pembuangan sampah di laut terutama beberapa negara ASEAN termasuk Indonesia dan China. Kelima negara tersebut bertanggung jawab atas 55 - 60% sampah yang ada di laut. . Diharapkan pada periode 2015 bisa menurun menjadi 45%. Apabila target ini tercapai maka 10 tahun selanjutnya, sampah di laut  bisa sukses (Ocean Concervancy, 2015)

Bila hal ini tidak ditangani maka permasalahan sampah akan terus berlanjut dan tidak hanya mempengaruhi kehidupan biota laut tetapi juga mempengaruhi industri perikanan yang mempekerjakan  55 juta orang (penyedia 15% protein dunia) atau diperkirakan bernilai 220 Milyar. 

0 comments:

Laporan Tahunan UNDP 2015: IPM Indonesia urutan 110 dari 188 negara di Dunia

01:24 Baso Hamdani 0 Comments

Akhir tahun 2015 UNDP telah mengeluarkan laporan tahunan dengan tema "Berkarya untuk Pembangunan Manusia"

      Secara komprehensif laporan ini menunjukkan kinerja 195 negara di dunia dalam menjaga kesejahteraan rakyatnya Pengembangan ekonomi memegang peranan penting dalam pengembangan manusia.  Dalam perkembangan 25 tahun terakhir, peningkatan kesejahteraan manusia terus meningkat dari jumlah 1.3 milyar menjadi 3.6 milyar manusia dalam kategori sejahtera. 
Sementara itu, dalam perkembangannya tantangan terbesar dalam pembangunan manusia yaitu diskriminasi dan kekerasan. Hal ini juga didukung oleh penyumbang besar terhadap penurunan pengembangan kualitas SDM adalah pekerja anak, kerja paksa dan pekerja dalam kasus trafficking (terutama imigran illegal) yang secara tidak langsung berkaitan dengan HAM serta pelaku krimal ekstremis. 
       Laporan ini juga mengungkapkan bahwa saat ini ada 836 juta orang di negara berkembang yang masih memiliki penghasilan dibawah $ 1.25 per hari. Sedangkan di bidang pendidikan permasalahan krusial tentang aksara, buta huruf meningkat dari 83% menjadi 91% (umur 15-24) dan untuk umur dewasa meningkat dari 76 % menjadi 86%. 
       Penyumbang terbesar atas pendapatan dunia oleh asia pasifik yaitu 51.8 milyar US Dollar dengan kunci pembangunan adalah ketersediaan dan kualitas pekerjaan. Adapun negara-negara dengan IPM tertinggi adalah (1) Norwegia (IPM: 0.944); (2) Australia (IPM: 0.935); (3) Switzerland (IPM: O.930)sedangkan indonesia masuk pada urutan 110 (Dengan IPM yaitu 0.684 dengan tingkat pengangguran 31,3%) dan IPM terendah pada urutan 188 yaitu Niger. Data-data Indonesia yang tersedia termasuk persentase masyarakat yang memiliki penghasilan dibawah $ 1.25 yaitu 16.2 %. Persentase warga Indonesia yang belum menikmati listrik adalah 4% meskipun Indonesia masuk 10 besar sebagai negara pengguna energi terbarukan.  

       Sinergi antara bekerja dan pembangunan manusia sangat berkaitan, karena kesehejahteraan manusia berdasar dari perkembangan ekonomi. Namun, dalam hal pekerjaan wanita diberikan kesempatan yang sama dalam bekerja. Bagian yang sangat diperhatikan adalah bagaimana cara untuk melindungi generasi muda (11 anak meninggal setiap menit) dan wanita (33 ibu meninggal tiap jam; penghasilan wanita kurang 24 % dari laki-laki). 



       Pembangunan manusia saat ini secara dinamis mengejar revolusi teknologi dan globalisasi. Pertanyaannya adalah bagaimana menghadapi masa depan dalam pembangunan manusia:
1. Memiliki skill yang memadai
Sebaiknya memiliki skill yang cukup kompeten. Perkembangan teknologi membuat skill yang biasa tergantikan oleh robot. Beberapa pekerjaan yang akan dan sedang tergantikan oleh robot seperti teller dll. 
2. Memiliki kemampuan untuk melihat perkembangan masa depan
Yang perlu dilihat adalah kebutuhan terminasi (beberapa pekerjaan akan hilang dan dikurangi), transformasi (teknologi menyumbang dalam perihal ini), kreativitas atau inovasi. 
3. Mengejar revolusi teknologi
Teknologi potensial masa depan yang akan terus berkembang adalah mobile internet (penggunainternet mencapai 3,2 milyar orang, intelligent software system, cloud technology, 3D printing, dan Robot serta penyimpanan energi.
4. Wawasan global
Wujud pekerjaan tersebut adalah pekerjaan yang flexible dan bisa dikerjakan dimana-mana. Selanjutnya, social-entrepreneur juga bisa menjadi pilihan.

Beberapa kesempatan yang mampu mendukung pembangunan manusia adalah jumlah pekerja (Data menunjukaan dari 7 milyar manusia ada 3.2 milyar yang bekerja); namun ada 75 juta pemuda di dunia tidak bekerja. Nilai ini paling banyak di Timur Tengah dan Africa, yaitu 1 dari 3 pemuda merupakan pengangguran. 

Peluang pengembangan manusia dunia.
1. Lebih dari setengah penduduk dunia berada di bawah usia 30 tahun. Jumlah tersebut lebih sehat dan lebih berpendidikan dari generasi sebelumnya.
2. Urbanisasi memacu pertumbuhan ekonomi namun juga cukup menjadi tantangan. 
3. Pemberdayaan perempuan


(Sumber: Human Develompent Report, UNDP 2015)

0 comments:

Ojek online. Apakah itu sebuah solusi?

17:05 Baso Hamdani 0 Comments

Hi Jakarta...
Kota metro, ternyata kita berjumpa lagi setelah menjauh darimu selama 8 bulan di Papua... Kaki masih terasa berat turun di armada pesawat kebanggan negeri ini setelah terbang lebih dari 3000 km. Langit yang dulunya cerah membiru jernih berhias awan sekarang berubah menjadi langit berwarna abu-abu seragam. Penglihatan menjadi terbatas untuk melihat jauh karena terhalang dinding-dinding beton. Mimpi buruk tentang kemacetan mulai menghantui sela-sela pikiran.

Serasa baru kemarin meninggalkan tanah itu, mungkin karena saya sangat menikmati pengalaman dan keindahan di Papua. Menelusuri pinggiran batas utara Indonesia yang berbatasan langsung dengan Negara Palau di tanah saudara-saudara kita disana. Sebagai pribadi saya menganggap itu adalah bagian pengabdian saya untuk NKRI. Disana tak ada macet karena saya tinggal di pulau terluar nusantara ini tapi sebenarnya meskipun juga kota Biak gak ada macet yang merupakan kota terdekat dari lokasi tugas saya dari Kementerian Kelautan dan Perikanan sejak bulan Mei 2015. Jangan tanya tentang ikan segar pasir putih, kei
ndahan terumbu karang, keramahan masyarakat dan lain-lain karena itu sudah pasti.

Gadget yang berstatus ponsel pintar mulai bersahabat untuk selalu dan segera dibelai. Notifikasi sosial media bergerumul menelusuri dan memenuhi email-email di layar. Itu tak penting, yang terpenting adalah saya harus chat sahabat saya karena saya akan tinggal bersamanya seperti biasa di kota ini.

Saatnya pindah transportasi menggunakan armada baru dari aplikasi terkini android berjenis ojek motor dan mobil online, entah kenapa sahabat saya lebih merekomendasikan app tersebut. Saya bahkan sudah tanya, "Dibayar berapa ko sama Ojek app itu, iklan terus" tanyaku dalam aksen makassar. Nyatanya, saya memang harus pakai untuk yang pertama kali di Jakarta bahkan dalam hidup saya. Motor besar dari app yang mengantarku menuju apartemen begitu lihai dan cepat terasa tanpa hambatan, melalui lorong-lorong yang bahkan sangat sepi. Mindset saya kemudian berubah bahwa saat ini Jakarta sudah mulai bersahabat dengan orang seperti saya yang tidak suka dengan hal kemacetan. Meskipun tidak sepenuhnya karena jelas kota ini adalah kota metro.

Perkembangan begitu cepat yang dulunya saya harus naik transport ke kantor DFW sampai dua jam sekarang bisa sampai 15 menit bahkan 10 menit saja. Belum lagi, ketika lupa bawa barang saya di apartemen (apartemen sekretariat organisasi) tinggal pakai ojek untuk jasa express. Pulang kantor bareng teman ke apartemen pakai ojek mobil. Bersama teman saya bisa share biayanya, sangat mudah, cepat, pelayannya lumayan serta aman. Sebagai konsumen, inovasi ini cukup kerenlah.

Selain itu, apabila memesan ojek mobil, saya suka duduk di depan untuk sekedar berdampingan dengan sopir selain mereka ramah-ramah saya juga lebih leluasa mengisi waktu lebih produktif termasuk bertanya-tanya mengenai penghasilannya yang bisa mencapai 16 juta per bulan upz ada yang mengaku pas lagi awal-awal bulan kerja mencapai 32 juta gilaaakk bahkan beberapa dari mereka yang tergolong freelancer (misal mahasiswa) bisa meraih 6-7 per bulan. Sopir-sopirnya pun nggak membedakan-bedakan gender, seorang single parent sebut saja ibu-M mengaku sangat terbantu dengan penghasilan saat ini dan tidak merasa begitu repot apabila dibandingkan dengan pekerjaan awalnya.

Hingga saat ini saya merasakan beberapa kenyamanan dan semoga itu adalah manfaat dari adanya aplikasi ojek online. Namun berbicara mengenai kekurangan pasti ada beberapa hal dan juga masukan pribadi seperti
1. Masih adanya ojek biker yang melawan arus lalu lintas.
Perlu ada pendisiplinan dari hulu sebagai langkah yang lebih baik. Meskipun para biker sudah dilatih dan berkualifikasi baik namun tetap perlu adanya kontrol. Mungkin bisa melalui tracker supervising dengan melihat jalur2 yang dilanggar. Ya, bisalah... apasih yang gak untuk tim kreatif. He3...
2. Mengurangi secara drastis pendapatan ojek biasa.
Jaman saat ini sudah dinamis. Inovasi dan Persaingan tidak bisa dielak.
Gak semua tukang ojek di Jakarta beralih menjadi ojek berbasis app android dan tidak semua yang mendaftar lulus menjadi biker. Kesetimpangan ini perlu diperhatikan. Bahkan kalau boleh pemerintah mencarikan solusi bagi mereka karena ini urusan terkait hidup begitupula dan terutama untuk ojek online dan sejenisnya agar semata-mata tidak mengenai bisnis dan memberikan solusi untuk memunculkan masalah baru yang lebih mendasar.
3. Ojek Mobil masih menggunakan plat hitam
Saya tidak tahu banyak mengenai penggunaan plat hitam dan kerjasama yang telah dilakukan oleh Ojek Online dengan pihak yang berwajib. Dari beberapa driver mengatakan bahwa masih dalam tahap proses. Apakah menggunakan aturan baru atau revisi. Yang pasti, ini harus disiplikan atau dicarikan solusi.

Sebagai langkah akhir, pertanyaannya adalah apakah ojek online dan sejenisnya adalah sebuah solusi? Tentunya ini perlu dianalisis lebih jauh. Secara pribadi, hal ini sudah lumayan bagus namun beberapa point permasalahan dan masukan di atas perlu di perhatikan. Sehingga bener-bener memberikan solusi buat kota-kota besar di negara berkembang khususnya di Indonesia.




0 comments: