Bahasa Daerah: Dulu, Kini dan yang Akan Datang

19:47 Baso Hamdani 0 Comments

basohamdani.com - Bahasa Daerah: Dulu, Kini dan yang Akan Datang | Suatu anugerah yang diberikan untuk negeri Nusantara ini yaitu beragam budaya termasuk banyaknya bahasa daerah yang mencapai 746 bahasa daerah, angka yang sungguh fantastis untuk jumlah bahasa. Suatu tantangan tersendiri bagi pelancong mancanegara untuk menginjakkan kaki di negeri ini. Betapa tidak, hanya cukup sekitar 100 km saja anda akan mendapatkan bahasa daerah yang tidak sama dan beragam. Bahasa daerah juga menjadi indikator peradaban umat manusia.
Peran pemuda menjadi kunci utama keberlanjutan bahasa daerah.
         Namun tahu kah anda Kepala Pusat Penelitian dan Kemasyarakatan dan Kebudayaan (PMB) Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Endang Turmudi (Yahoo, 2013) mengatakan bahwa Hanya 9 Bahasa daerah yang akan bertahan di Indonesia diantaranya Aceh, Batak, Lampung, Melayu, Jawa, Bugis, Saunda dan Sasak.  Menurunnya minat pemuda untuk menggunakan bahasa daerah semakin hari semakin menurun. Tergerusnya penggunaan bahasa daerah dan meningkatnya pengetahuan bahasa inggris yang nota benenya adalah bahasa international menjadi salah satu penyebabnya. 
        Tidak bisa dipungkiri bahwa hal itu banyak terjadi di lingkungan kita. Saya  pun merasa dan terketuk sebagai pemuda daerah yang bersuku bugis asli pernah merasakan bahwa bahasa ibu tergerus karena kurangnya penggunaan bahasa daerah di kehidupan sehari-hari saya di negeri orang dan meningkatnya pembelajaran bahasa asing yang semakin saya galakkan. Setiap orang berbeda, alasan mengapa penggunaan bahasa daerah kurang diminati. Apakah karena hanya terlihat keren menggunakan bahasa asing atau bagaimana. Tidak ada salahnya belajar bahasa asing bahkan itu sangat diperlukan tapi kesadaran pada bahasa daerah tetaplah harus ada. 

       Perlakuan terhadap bahasa daerah dikarenakan tuntutan menuntut ilmu pada kegiatan keseharian saya tidak mendapatkan orang yang menggunakan bahasa bugis. Belum lagi tuntutan profesi saya dulu sebagai penyiar radio dalam sebuah organisasi penyiaran kampus yang mengharuskan saya untuk menghilangkan "logat" demi sebuah kualitas penyiaran di radio. Ditimpa lagi dengan tuntutan pembelajaran bahasa asing untuk menggapai cita-cita saya untuk belajar diluar negeri. Walaupun dalam hati betapa mirisnya saya jarang menggunakan bahasa daerah. Kemudian saya kembali untuk memperbaiki, walaupun sekarang tidak bisa saya pungkiri juga, bila lawan bicara saya pakai bahasa bugis saya mengerti isi pembahasannya namun saya tidak tahu membalasnya dengan bahasa bugis itu sendiri.  Saya masih terus berjuang untuk belajar kembali bahasa daerah. Bila bukan kita sebagai suku daerah kita yang menggunakan bahasa daerah asli siapa Lagi. Hal itu menjadi terus hinggap di pikiran saya. Alhamdulillah, bahasa daerah saya pelan-pelan kembali. Ternyata kunci bahasa adalah mengulang dan mengulang.  Selain itu, menghubungi orang tua di kampung selain mempererat silaturahmi juga untuk meningkatkan kemampuan bahasa daerah kita yang semakin tergerus di rantau. 

Konon di sebuah wilayah di Indonesia salah satu cara untuk menjajah daerah itu adalah menghilangkan peradabannya melalui penghilangan bahasa lokalnya. Bahasa adalah peradaban sebuah kaum. Maka banggalah akan bahasa ibu kita. Di beberapa daerah di Indonesia, anda bebas menggunakan bahasa lokal anda dan perlu diketahui tidak semua di negara ini seperti apa yang kita alami. Bahasa daerah adalah salah satu unsur kebebasan berkomunikasi. Di perantauan, saya juga sangat terbantu dengan penggunaan bahasa daerah. Banyaknya suku bugis yang tersebar bukan hanya di nusantara tetapi juga di manca negara membuat kami semakin erat di tanah rantau. Kadang terbantu dengan tumpangan gratis, perlindungan, pengenalan daerah yang dikunjungi, intinya dimana pun kami berada bahasa daerah inilah yang menjadi pemersatu kami. Merantau jauh tidak saling mengenal namun dengan bahasa daerah serasa sudah menjadi saudara kandung.

Sebagai pemuda mari kita lestarikan bahasa daerah kita. Teori evolusi 746 bahasa daerah menjadi 9 bisa kita minimalisir. Sehingga kelak bahasa kita tidak punah ditelan waktu. Bhineka Tunggal Ika... 

You Might Also Like

0 comments: