Diversifikasi dan Peningkatan Kualitas Tangkapan Sebagai Wadah Kesejahteraan Nelayan

21:12 Baso Hamdani 0 Comments

basohamdani.com - Diversifikasi dan Peningkatan Kualitas Tangkapan Sebagai Wadah Kesejahteraan Nelayan |
Salah satu kebanggaan bangsa ini adalah karunia sebagai Negara Kepulauan dengan jumlah pulau sekitar 13.466 pulau (Badan Informasi Geospasial, 2010). Pemanfaat lautan emas ini belum dioptimalkan secara maksimal bahkan nelayan termasuk dalam kategori masyarakat termiskin. World Bank melaporkan bahwa 108,78 juta orang atau 49% dari total penduduk Indonesia dalam kondisi miskin dan rentan mengalami kemiskinan. Hal ini juga didukung oleh Badan Pusat Statistik Indonesia (2009) bahwa penduduk miskin bekerja pada sektor perikanan kelautan yang terus meningkat 5,27%.
         Dari segi melimpahnya sumber daya alam seharusnya pendapatan nelayan bisa memadai. Banyak hal yang membuat nelayan tradisional yang membuatnya terus melaut dan masih dalam rentan kemiskinan. Kurangnya pengetahuan dan hanya berdasar pengalaman belum tentu menjadi sebuah hal yang memadai. Pekerjaan yang bergantung pada alam cenderung tidak menentunya penghasilan serta tak adanya pekerjaan alternatif yang harus dilakukan menyebabkan nelayan harus stagnan di masa paceklik dengan kondisi penuh ketidak pastian. Belum lagi beberapa nelayan yang harus memperjuangkan hidupnya demi sesuap nasi dengan caranya yang masih tradisional dan sangat berbahaya (Nelayan Kompresor). Terkait permasalahan pemilik modal yang menyebabkan perbedaan pendapatan antara punggawa dan nelayan penggarap. Penulis tidak menekankan kompetisi antara nelayan punggawa dengan nelayan yang bertitik pada modal, juga tidak menekankan tugas pemerintah, dan menjustifikasi namun mencari solusi dengan menentukan pada nelayan dengan prinsip membantu nelayan itu sendiri.  
http://denisrahadian.wordpress.com/

       Etos kerja nelayan yang tidak bisa dikategorikan malas menjadi salah satu tonggak kemajuan namun kondisi keluarga nelayan yang cenderung konsumtif menyebabkan nelayan menjadi tidak tebiasa menabung dan hanya membeli kebutuhan sekunder. Ini bisa dilihat ketika secara fisik kebutuhan papan yang memadai namun pendidikan yang menurun. Permasalahan kultural seperti adanya mindset sistem kerja langsung tanpa harus sekolah membuat generasi muda yang terlahir dari nelayan membuatnya mencari ikan dalam usia yang masih muda. Bahkan banyak yang berpendapat bahwa menempuh pendidikan di bangku sekolah untuk mendapatkan pekerjaan. Hal ini diperkuat lagi dengan adanya pemikiran bahwa laut adalah lapangan pekerjaan tanpa memerlukan pendidikan formal. Kesadaran nelayan untuk tidak bergantung hidup pada laut secara utuh dan tidak adanya pekerjaan lain yang bisa dilakukan selain melaut menjadi jawaban akan pentingnya pendidikan. 
       Terus bagaimana dengan aspek tourism yang dicanangkan. Optimalisasi fungsi tourism hanya beberapa mencapai nilai mikro dan hanya berlaku pada beberapa wilayah. Bagaimana dengan nelayan yang menggantungkan hidupnya melakukan penangkapan di lautan yang hidup dan tinggal di sepanjang pantai 99.093 kilometer (Badan Informasi Geospasial, 2013). Jumlah tangkapan yang semakin menurun dan area penangkapan semakin menjauh. Kondisi ini berbanding lurus dengan ekosistem laut yang kondisinya semakin terancam. Peningkatan kesejahteraan nelayan sudah seharusnya telah dimaksimalkan mengingat Negara ini merupakan negera maritim. Masalah nelayan adalah masalah multidisiplin sehingga diperlukan kerjasama antar stakeholder dengan nelayan dan interdisiplin ilmu menjadi pengharapan bagi nelayan.       
         Perlunya difasilitasi nelayan dalam mempunyai pekerjaan alternatif atau bahkan pemberdayaan istri nelayan yang bisa melakukan waktunya secara produktif di rumah untuk menyokong perekonomian keluarga dalam menekan pola hidup yang konsumtif. Nelayan yang melakukan diversifikasi sebaiknya dilakukan seperti pengolahan hasil tangkap, pariwisata,  hingga budidaya perikanan. Beberapa yang bisa dilakukan adalah budidaya ikan laut dengan keramba, peningkatan kualitas hasil laut (misalnya di Jepang, garam dicampur dengan alga sehingga kadar mineralnya dan harga menjadi tinggi). Bahkan bila memungkinkan budidaya perikanan yang dilakukan nelayan bisa bersifat suistainable atau berkelanjutan. Sehingga tidak lagi mengharuskan nelayan mempertaruhkan hidup yang jauh dan tidak lagi harus menggunakan BBM yang banyak. Permasalah dengan teknologi yang canggih untuk nelayan tidak serta merta harus dilakukan secara cepat dengan peralatan yang canggih bahkan teknologi mutakhir adalah teknologi  yang ecofriendly artinya masyarakat bisa melakukan inovasi tanpa harus menuntut kecanggihan. Masih banyak permasalahan kemaritiman di Negeri kita ini yang tidak dijelaskan banyak, Anda bisa mendapat referensi di suggested list books

Suggested list Books
- Coral Governance. Author:  Rony Megawanto dkk. Coral Triangle Initiative. 2013.
- 9 Perspektif Menuju Masa Depan Maritim Indonesia. Author: Paonganan dkk. 2012
- Keanekaragaman Hayati Laut. Author: Prof. Rokhmin Dahuri. 2003


You Might Also Like

0 comments: