Pencarian hingga titik mata air terakhir (Sawanobori)

19:07 Baso Hamdani 0 Comments

basohamdani.com - Pencarian hingga titik mata air terakhir (Sawanobori).| Bila pendakian yang biasanya dilakukan oleh sebagian orang melewati barisan bukit hingga ke puncak gunung. Maka beda halnya dengan orang Jepang tempoe doeloe.
Sawanobori bersama Mahasiswa Jepang
       Secara geografis negeri matahari terbit ini 70% adalah pegunungan. Wajar saja bila mereka harus naik turun gunung dan harus melewatinya. Sehingga mereka berpikir supaya ada cara yang lebih muda. Sekitar 150 tahun yang lalu, seorang bernama Kanmuri Matsujiro melakukan pendakian sebagai kegiatan olahraga. Dia melakukan pendakian melalui sungai hanya untuk bersenang-senang. Kanmuri berjalan dengan menggunakan Waraji yaitu semacam sandal yang terbuat dari jerami. Banyaknya orang Jepang mengikuti kebiasaan ini jawabannya adalah melakukan sawanobori. Apa itu sawanobori?
Gunung Ishizutchi, Shikoku, Jepang
        Sawanobori berasal dari bahasa Jepang. Sawa artinya sungai, dan nobori berasal dari kata noboru yang berarti mendaki atau dalam bahasa inggrisnya River Climbing. Jadi Sawanobori adalah mendaki gunung dengan menyelusuri sungai. Kelebihannya adalah tidak harus naik turun bukit, pendakian ini  betul-betul hanya mendaki. Biasanya mereka memilih sungai-sungai yang mudah namun akhir-akhir ini sawanobori sudah dianggap sebagai salah satu cabang petualangan di Jepang. Para petualang memilih sungai-sungai dengan medan yang sulit.
Medan Pemanjatan
         Tahun 2013 kemarin saya dan teman-teman saya dari Jepang melakukan sawanobori di pegunungan Lompo Battang. Kami berempat mereka adalah sato, ken dan obhu. Ini bukan kali pertama sih kami melakukan Sawanobori cuma memang saya kurang tau jenis petualangan ini dan urang pengalaman. Entry point kami di Bulukumba. Menyelusuri sungai pada awalnya memang muda tetapi semakin jauh dan tinggi semakin sulit. Sungai semakin menanjak dengan air terjun yang tinggi dan bertangga-tangga.
         Selama 3 hari kami tidak merasakan panas matahari karena selalu di lembah. Pembuatan api juga sangat lah susah karena lembab serta suhu yang dingin dan kurangnya tempat yang aman untuk ngecamp. Yang terpenting juga adalah semua barang harus dikemas baik-baik agar tahan air, karena ada kalanya kita berenang memakai ransel di sungai atau untuk bereuphoria melompat dari air terjun tapi dengan berbagai pertimbanganya, biasanya sih kalau sudah perjalanan balik, kan dah tau tuh medannya gimana.  Untuk alas kaki kami memakai sepatu khusus Sawanobori dari Jepang namanuya Sawakabi. Sepatu ini bentuknya seperti sepatu ninja yang memiliki anti licin di bagian sol. Saya dan sato hanya sekali-kali melakukan pemanjatan. Sedangkan ken dan obhu adalah pemanjat yang selalu membuka jalur. Jangan salah yang memacu adrenalin juga adalah ketika harus melipir di lembah dengan kemiringan mencapai delapan puluh derajat dan pegangan yang licin oleh tumbuhan tropis.
           Dari pengalaman saya saat ini Sawanobori merupakan jenis petualangan kedua yang sangat memacu adrenalin setelah petualangan di vertical cave 200an meter. Hari demi hari kami menyelusuri sungai, debit airnya pun semakin kecil dan bercabang namun kami tetap fokus pada aliran utama. Tujuan kami hingga terakhir pun usai karena pada hari ke-empat yaitu hari terakhir dan akan masuk masa toleransi besoknya. Melihat kondisi yang tidak memungkinkan dengan tali yang tidak cukup, perhitungan hari toleransi serta tingginya medan. Kami seolah berada di sumur yang dalam tingginya sekitar 70 meteran. Akhirnya hari ke-empat kami memutuskan untuk kembali. Semoga tahun ini (2014) bisa melanjutkan kembali langkah kami tersebut. Salam lestari...
Last Point

You Might Also Like

0 comments: