Atmosfir Tiga Suku Serumpun dalam Diskusi Regional ASEAN

06:49 Baso Hamdani 0 Comments


Sebuah keberuntungan dan rasa bangga karena bisa bergabung dengan orang-orang hebat terutama dalam pengetahuan sejarah yang semakin hari semakin dianggap lesu akhir-akhir ini. Padahal proklamator, Bung Karno, pernah berpidato mengenai pentingnya sejarah yang diselipkan dalam akronim Jas Merah (Jangan Sekali-kali Melupakan Sejarah).

Kedatangan saya berawal dari ajakan kak Sudarmono, lulusan S3 Universitas Kebangsaan Malaysia (UKM). Bagi beliau, kegiatan ini juga merupakan ajang silaturahmi dengan rekan-rekannya sesama lulusan universitas kebanggaan Negeri Jiran tersebut. Tidak mengherankan bila para audiens yang hadir dengan latar belakang yang sama yaitu lulusan doktoral hingga professor UKM. Hanya saya saja yang kebetulan tiba-tiba nyempil ditengah orang-orang hebat ini dalam diskusi regional ASEAN yang bertajuk "Bugis-Makassar dalam Perspektif Tabayyun Melayu". Kegiatan ini juga diselenggarakan sebagai rangkaian dies natalis salah satu media cetak yang ada di Makassar. 

Gambar 1. Diskusi Regional ASEAN di Graha Pena (Photo by Sudarmono)
Disini  saya belajar banyak mengenai keterkaitan antara tiga suku melanesia serumpun yaitu Bugis-Makassar dengan Melayu. Dijelaskan pula bahwa suku-suku ini merupakan pemberian nama oleh para pendatang dari Eropa atau kita sebut sebagai penjajah dengan senjata khasnya devide et impera untuk memberikan sekat-sekat antar serumpun. Suasana diskusi ini dimulai dengan pembuka oleh moderator, Ruslan Ramli yang juga merupakan lulusan universitas yang sama dengan pembicara pertama yaitu Prof Fauziah Ahmad yang berdialek khas asalnya. Ibu yang datang dari Malaysia bersama suaminya ini menceritakan mengenai Suku Bugis-Makassar di negara tetangga tersebut. Yang paling berkesan dari Prof Fauziah Ahmad adalah penjelasannya bahwa kakek beliau merupakan keturunan Bugis. Baginya keturunan Bugis cenderung sebagai pelaut. Jadi, hal yang wajar pula bila ayahnya sangat menyukai aktivitas melaut bahkan perangai seorang lelaki bugis sempat ia lisankan seperti tinggi, kurus dan agak hitam. Tidak ketinggalan pula, penjelasan oleh Pak Amrullah Amir, seorang dosen Unhas di fakultas ilmu budaya berbagi pengetahuan mengenai Suku Bugis-Makassar yang sudah menjadi multi-etnik. Makassar sebagai kota pelabuhan menjadi alasan pendukung statemen tersebut misalnya orang Melayu memiliki perkampungan di beberapa daerah di Sulawesi-Selatan (Sul-Sel)

Diskusi bernas yang cenderung santai ini semakin beralur, beberapa komentator juga menambahkan pernyataannya seperti diaspora ketiga suku tersebut. Seketika zaman kembali ke sejarah jatuhnya semenanjung melaka sehingga menyebabkan orang-orang melayu ke Kerajaan Siang di Kabupaten Pangkep, Sul-Sel. Kata serapan yang menjadi indikasi sejarah ini adalah Ince dan Ecce yang masing-masing mungkin berasal dari bahasa melayu yaitu Enci dan Ence. Bagi sebagian orang tentunya ketiga suku yang berlatar belakang keislaman ini memiliki cerita yang panjang sehingga turut membangun tamadun atau peradaban dunia. Ditambahkan pula bahwa ketiganya hidup di kawasan produktif yang berarti memiliki banyak potensi pemimpin.  Selain itu, Suku Bugis-Makassar menyebar ke Melayu dengan menggunakan perahu. Banyak penduduk Sabah di Malaysia yang merupakan keturunan Bugis namun tidak pernah menginjakkan kaki di tanah bugis tetapi fasih atau mampu berbicara menggunakan bahasa Bugis atau setidaknya mengerti bahasa Bugis.

Berhubung karena penulis adalah orang yang baru dalam mempelajari sejarah dan sempat menyinggung ekspedisi pelayaran yang kami lakukan ke Australia maka kak Sudarmono dan Pak ustadz Das'ad Latif memberikan waktu untuk menjelaskan pengalaman kami dalam kegiatan skala internasional tersebut pada sesi atau detik-detik terakhir diskusi. Penulis sangat tertarik belajar sejarah terutama pada diaspora Suku Bugis-Makassar karena aktivitas yang suka merantau. Pelajarannya adalah cerita masih panjang dan peradaban akan terus berlangsung. Sebagai bangsa yang besar tentunya kita jangan sekali-kali melupakan sejarah. 




You Might Also Like

0 comments: