Elevasi Bumi Massenrempulu

06:31 Baso Hamdani 0 Comments


Bumi Massenrempulu merupakan sebutan yang umum untuk Kabupaten Enrekang di Sulawesi-Selatan. Menyebut kabupaten ini maka ada tiga hal yang melekat di benak saya yaitu kopi, atap sulawesi dan tebing tinggi. Kenikmatan kopi Enrekang kali pertama saya coba saat di Desa Bone-Bone yaitu sebuah desa entri point pendakian Pegunungan Latimojong. Kegiatan waktu itu dalam rangka pendidikan kepencintaalaman. Kenikmatan itu sangat terasa dengan menyeduh dan menyambut pagi serta percakapan dimulai dengan masyarakat lokal yang ramah, sementara disekeliling kita bukan gedung pencakar langit yang menjulang tinggi tetapi tebing-tebing yang terbentuk secara elegan terpatri secara alami seperti Tebing Tontonan dan Tebing Bampuang. Dipojok sebelah utara, Pegunungan Latimojong yang merupakan gunung tertinggi di Sulawesi menunjukkan kegagahannya dengan memperlihatkan liuk punggungan gunung-gunung beserta kemiringannya. Pegunungan ini sering kami sebut sebagai atap Sulawesi karena yang paling tinggi di celebes ini.
Enrekang
Gambar: Pasar Sudu, Kabupaten Enrekang
Kali ini, saya dengan dua teman ke Kabupaten Enrekang untuk #SedekahRombongan. Untuk menuju Kabupaten Enrekang dibutuhkan waktu tempuh selama enam jam dari Makassar. Perjalanan dimulai dari pukul 03.30 dini hari hingga pukul 09.46 pagi. Menyempatkan untuk singgah minum kopi dan sarapan di kota kelahiran B.J Habibie yaitu Kota Pare-Pare. Memasuki Kota Enrekang, kami langsung melanjutkan perjalanan ke salah satu kecamatan yaitu Kecamatan Anggeraja dan melaksanakan ibadah jumat di Mesjid Al-Hikmah, jaraknya sekitar sejam dari Kota Enrekang. Di kecamatan ini pula, kami memanjakan lidah dengan berbagai sajian kuliner di pasar tradisional Sudu.

Makan siang disajikan dengan menu Nasu Cemba. Makanan khas Enrekang ini terbuat dari iga sapi. Hampir mirip dengan Kondro di tanah Bugis-Makassar. Namun, yang membuatnya khas adalah sayur cemba. Dedaunan kecil pelengkap kuliner ini seperti ukuran daun kelor dan sebagian besar lebih kecil lagi. Masih dengan kegiatan yang sama kulineran, Sawella menarik perhatian visual. Makanan kecil ini nampak seperti pentolan namun ukuran bundarnya lebih besar. Rasanya seperti kue teripang di Makassar namun kuantitas parutan kelapa dan balutan karamel gula merahnya lebih banyak. Yang tak kalah unik ketika mengunjungi pasar tradisional di daratan tinggi ini adalah Baje Rappo. Baje sendiri sebenarnya sangat umum di Sulawesi khusunya bugis. Yang membuatnya unik adalah jajanan ini dibungkus daun jagung kering. Satu lagi yang paling terkenal di Enrekang adalah Dangke. Dangke merupakan keju alami yang terbuat dari fermentasi susu dengan berbahan dasar susu kambing, susu sapi atau susu kerbau dan getah pepaya. 

Jejak kemudian disambungkan menuruni elevasi menuju Desa Polai, Kecamatan Malua. Di perjalanan, jendela mobil yang kami kendarai memberi kesan yang elok, pemandangan tebing tontonan memberi nuansa pemandangan khas daerah dengan ketinggian di atas seribu meter. Sebelum mencapai Desa Polai, kami melewati Kecamatan Anggeraja dan Kecamatan Baraka. Di sisi kiri-kanan, hasil panen bawang menggantung di bawah rumah panggung warga karena Kecamatan Malua memang terkenal dengan hasil alamnya yaitu bawang. Jadi, bila pengunjung lupa nama kecamatan yang ia kunjungi maka bisa memperkirakan nama kecamatan bahkan desa dengan penghasilan warga setempat.

Kecamatan Malua dan Kecamatan Anggeraja dikenal sebagai penghasil bawang. Lain halnya dengan Kecamatan Baraka dan Kecamatan Massalle yang ada di Kabupaten Enrekang ini, kedua kecamatan ini  terkenal dengan hasil kopinya dan sebagai tambahan Kecamatan Baraka juga merupakan penghasil beras merah yang tersebar di Sulawesi Selatan. Sementara penghasil sayur di kabupaten ini berada di Kecamatan Baroko dan Kecamatan Alla. Kecamatan Curio sendiri dikenal dengan dua hasil alam yaitu cengkeh dan merica. 






You Might Also Like

0 comments: